Labels

Tuesday 26 October 2021

Paku yang meninggalkan bekas

Suatu ketika ada seorang anak laki-laki yang bersifat temperamen dan sangat pemarah. Untuk mengurangi kebiasaan pemarah anaknya, ayahnya memberikan sekantong paku kepada sang anak dan mengatakan kepada anaknya untuk memakukan sebuah paku ke pagar belakang rumah setiap kali ia marah.
Hari pertama anak itu telah memakukan 48 paku ke pagar. Lalu secara bertahap jumlah paku itu berkurang. Dan akhirnya ia memahami ternyata lebih mudah menahan amarah dari pada memakukan paku ke pagar rumah. Akhirnya tibalah hari dimana anak tersebut merasa sama sekali bisa mengendalikan amarahnya. Dan ia bergegas memberitahukan hal ini kepada sang ayah. Dan kemudian sang ayah mengusulkan kembali agar ia mencabut satu paku untuk setiap hari dimana ia bisa mengendalikan amarahnya
Hari-hari berlalu dan anak laki-laki itu pun akhirnya memberitahukan kepada ayahnya bahwa semua paku telah tercabut dari pagar. Lalu sang ayah menuntun anaknya ke pagar belakang rumah.
“Hmm…. kamu telah berhasil dengan baik anakku. Tapi coba kamu lihat, Lubang-lubang dipagar ini hasil dari paku yang telah kamu tancapkan. Pagar ini tidak akan pernah bisa sama seperti sebelumnya.
Sama halnya ketika kamu mengatakan sesuatu dalam kemarahan ,maka kata-katamu meninggalkan bekas seperti lubang ini. Seperti halnya ketika kamu menusukkan pisau pada seseorang lalu mencabutnya kembali. Tetapi tidak peduli beberapa kali kamu minta maaf kepada orang itu, luka itu akan tetap ada. Dan luka karena kata-kata adalah sama buruknya dengan luka pada raga.


Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Berilah aku wasiat”. Beliau menjawab, “Engkau jangan marah!” Orang itu mengulangi permintaannya berulang-ulang, kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Engkau jangan marah!” [HR al-Bukhâri].

Sahabat yang meminta wasiat dalam hadits ini bernama Jariyah bin Qudamah rahimahullah . Ia meminta wasiat kepada Nabi dengan sebuah wasiat yang singkat dan padat yang mengumpulkan berbagai perkara kebaikan, agar ia dapat menghafalnya dan mengamalkannya. Maka Nabi berwasiat kepadanya agar ia tidak marah. Kemudian ia mengulangi permintaannya itu berulang-ulang, sedang Nabi tetap memberikan jawaban yang sama. Ini menunjukkan bahwa marah adalah pokok berbagai kejahatan, dan menahan diri darinya adalah pokok segala kebaikan. Marah adalah bara yang dilemparkan setan ke dalam hati anak Adam sehingga ia mudah emosi, dadanya membara, urat sarafnya menegang, wajahnya memerah, dan terkadang ungkapan dan tindakannya tidak masuk akal.

Mengendalikan amarah sesuai tuntunan 
 Rasulullah shalallahu'alaihiwasallam 
1. Membaca Kalimat Ta'awudz.
Dari sahabat Sulaiman bin Surd, beliau menceritakan, "Suatu hari saya duduk bersama Rasulullah SAW. Ketika itu ada dua orang yang saling memaki. Salah satunya telah merah wajahnya dan urat lehernya memuncak. Kemudian Rasulullah bersabda: "Sungguh saya mengetahui ada satu kalimat, jika dibaca oleh orang ini, marahnya akan hilang. Jika dia membaca ta'awudz: A-'uudzu billahi minas syaithanir rajiim, marahnya akan hilang". (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
2. Berusaha Diam dan Jaga Lisan.
Diam merupakan perbuatan mulia dan salah satu cara untuk mengantisipasi muncul luapan amarah. Dari Ibnu Abbas, Rasulullah bersabda: "Jika kalian marah, diamlah." (HR. Ahmad dan Syuaib Al-Arnauth menilai Hasan lighairih).
Rasulullah juga mengingatkan, "Sesungguhnya ada hamba yang mengucapkan satu kalimat, yang dia tidak terlalu memikirkan dampaknya, namun menggelincirkannya ke neraka yang dalamnya sejauh timur dan barat." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
3. Mengambil Posisi Lebih Rendah.
Kecenderungan orang marah adalah ingin selalu lebih tinggi, dan lebih tinggi. Semakin dituruti, dia semakin ingin lebih tinggi. Dengan posisi lebih tinggi, dia bisa melampiaskan amarahnya sepuasnya. Rasulullah bersabda: "Apabila kalian marah, dan dia dalam posisi berdiri, hendaknya dia duduk. Karena dengan itu marahnya bisa hilang. Jika belum juga hilang, hendak dia mengambil posisi tidur." (HR. Ahmad, Abu Daud dan perawinya dinilai shahih oleh Syuaib Al-Arnauth).
4. Ingat Hadis Ini Ketika Marah.
Dari Muadz bin Anas Al-Juhani, Rasulullah SAW bersabda: "Siapa yang berusaha menahan amarahnya, padahal dia mampu meluapkannya, maka dia akan Allah panggil di hadapan seluruh makhluk pada hari kiamat, sampai Allah menyuruhnya untuk memilih bidadari yang dia kehendaki." (HR. Abu Daud, Turmudzi)
5. Segera Berwudhu atau Mandi.
Marah itu datangnya dari setan dan setan diciptakan dari api. Maka orang yang marah dianjurkan berwudhu atau mandi untuk memadamkan amarahnya. Dari Urwah As-Sa'di, Nabi SAW bersabda: "Sesungguhnya marah itu dari setan, dan setan diciptakan dari api, dan api bisa dipadamkan dengan air. Apabila kalian marah, hendaknya dia berwudhu." (HR. Ahmad dan Abu Daud).